Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada Jumat (22/2), kembali
menyidangkan perkara dugaan korupsi bioremediasi PT Chevron Pacific
Indonesia (Chevron). Para saksi yang dihadirkan mengungkapkan, para
terdakwa bukanlah orang yang bertanggung jawab dalam bioremediasi yang
dianggap jaksa penuntut umum fiktif.
Para terdakwa yang diajukan adalah Manajer Lingkungan Sumatera Light
North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS), Endah Rumbiyanti dan Team
Leader SLN Kabupaten Duri Propinsi Riau, Widodo. Mereka disidangkan
secara terpisah yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sudharmawatiningsih.
Sidang terdakwa Endah Rumbiyanti menghadirkan saksi Yanto Sianipar,
Vice President Policy, Governement & Public Affairs Chevron. Sedangkan
dalam sidang terdakwa Widodo, dihadirkan saksi Parkumpulan Gultom,
bagian pertanahan Chevron, dan Yoshi Prakasa, pegawai Chevron yang
saat itu menjadi Ketua Panitia Lelang.
Dari pengakuan para saksi, terungkap bahwa terdakwa Endah Rumbiyanti
tak bertanggung jawab dalam memastikan pekerjaan bioremediasi berjalan
sesuai ketentuan. Terdakwa Widodo ternyata juga tak berhubungan
langsung dalam penunjukan langsung dua perusahaan yang membantu
pekerjaan teknis bioremediasi yaitu PT Sumigita Jaya dan PT Green
Planet Indonesia.
Yanto mengatakan, terdakwa Endah yang oleh jaksa penuntut umum pada
Kejaksaan Agung dianggap bertanggung jawab dalam proyek bioremediasi
2008-2011, ternyata baru diangkat sebagai manajer lingkungan pada
Juni 2011 dan berakhir November 2011. Yang bertanggung jawab agar
pekerjaan bioremediasi sesuai desain ahli bioremediasi dari Amerika
Serikat adalah bagian Infrastructure, Maintenance, and Support (IMS).
Penasehat hukum Endah yang diketuai Lelyana Santosa menanyakan perihal
peranan kliennya dalam bioremediasi. "Dalam kontrak, ada enggak peran
terdakwa? Apa pernah dengar ada usulan terdakwa terkait kontrak?"
tanya Lelyana yang dijawab Yanto tidak ada.
Yanto juga ditanya soal peringkat Proper yang biasa dilakukan
Kementerian Lingkungan Hidup untuk memberi peringkat pengelolaan
limbah perusahaan. "Peringkat Proper yang diberikan KLH untuk
2010-2011 untuk SLS tingkat penaatannya biru," kata Yanto.
Kubu Lelyana mengejar soal dakwaan jaksa kepada kliennya yang
menyatakan program bioremediasi tak sesuai ketentuan Kepmen KLH No
128 Tahun 2003. "Saudara Endah dituduh melaksanakan bioremediasi yang
tak sesuai dengan Kepmen dan merugikan negara. Bagaimana pelaksanaan
bioremediasi itu berdasarkan Proper?" tanya Lelyana.
Kata Yanto, salah satu penolaiah Proper adalah penanganan limbah
berbahaya dan bioremediasi. "Untuk bioremediasi, dalam penilaian
Proper dikatakan ketentuannya telah dipenuhi. Ada kesimpulan,
perusahaan sudah mengelola limbah sesuai ketentuan," papar Yanto.
Kembali penasehat hukum mengejar soal dakwaan jaksa. "Endah dikatakan
wajib memastikan pengelolaan limbah sudah dilakukan secara benar.
Apakah Endah punya kewajiban itu?" tanya penasehat hukum. "Tidak ada,
kewajiban itu ada di tangan bagian IMS," jawab Yanto.
Jaksa penuntut umum yang diketuai Sugeng Sumarno menanyakan soal
pernyataan Yanto yang mengatakan laporan yang dibuat tim lapangan
sudah sesuai ketentuan berlaku. "Saksi mengatakan pelaporan telah
sesuai ketentuan berlaku? Apa maksudnya?" tanya Sugeng.
"Kebutuhan laporan yang sesuai dengan aturan sudah kita penuhi," jawab
Yanto. "Dasar Saudara mengatakan sudah sesuai ketentuan itu apa
sementara, Saudara tak pernah verifikasi?" sergah jaksa.
"Dasarnya ketentuan dalam Kepmen itu. Saya mendapt laporan dari
bawahan yaitu Manajer REM (Reliability, Engeenering, dan Maintenance)
dan Manajer IMS bahwa hasilnya sudah sesuai Kepmen," jawab Yanto.
Saksi Yoshi mengatakan kedua perusahan kontraktor tersebut ditunjuk
secara langsung dalan kontrak lanjutan (bridging contract) karena
waktu itu hanya kontrak lanjutan dari kontrak sebelumnya yang telah
dikerjakan. Peran terdakwa Widodo adalah menjadi pekerja ahli yang
membantu panitia dalam membuat kontrak.
Sedangkan penentuan penunjukan langsung kedua kontraktor, kata Yoshi,
bukan dilakukan panitia dan Widodo melainkan berdasarkan contracting
plan yang dibuat pengguna anggaran. Panitia dibentuk untuk melakukan
evaluasi teknis yang dibantu pekerja ahli.
Terungkap pula, dalam evaluasi kinerja perusahaan yang dinyatakan
mampu melanjutkan kontrak lanjutan, ternyata bukan berdasarkan analisa
Widodo sebagai pekerja ahli. "Itu berdasarkan evaluasi penggunanya,"
kata Yosi.
Jaksa menanyakan apakah Green Planet memang bidangnya dalam
bioremediasi. Yoshi menjelaskan, bidang pekerjaan Green Planet adalah
pertambangan dengan subbidangnya perawatan fasilitas produksi.
"Bioremediasi itu dilakukan oleh alam. Chevron yang memiliki fasilitas
untuk bioremediasi yang meminta bantuan teknis ke Green Planet," jawab
Yosi.
"Mengapa Widodo dicantumkan dalam contracting plan?" tanya jaksa.
Menurut Yosi, tim pengguna anggaran harus mencantumkan satu nama agar
panitia bisa menghubungi dan yang ditunjuk adalah Widodo. Widodo
bertugas membantu pengguna anggaran.
Kasus bioremediasi ini bisa masuk ke pengadilan Tipikor karena
Kejagung menganggap pekerjaan bioremediasi di lahan Chevron yang
dilakukan dua kontraktor tersebut dianggap fiktif dan merugikan
keuangan negara. Mereka dianggap tak memenuhi klasifikasi teknis di
bidang bioremediasi.
Kepada Yoshi, jaksa kembali menanyakan apakah kedua perusahaan
tersebut memenuhi kualifikasi secara teknis. "Secara teknis, untuk
proses kesinambungan pekerjaan, diperlukan kontraktor yang bisa
melakukan pekerjaan jasa-jasa baik di SLN maupun di SLS," kata Yoshi.
Kedua perusahaan menurut pengguna anggaran telah memenuhi kualifikasi
karena telah melaksanakan pekerjaan tanpa ada wanprestasi maupun
sanksi. Sehingga, kedua perusahaan dianggap sanggup melaksanakan
pekerjaan lanjutan.
Parkumpulan Gultom, bagian pertanahan Chevron, yang menjadi saksi
untuk Widodo, mengatakan setelah tanah terkontaminasi dipetakan oleh
Gultom dan timnya, ia melihat adanya penggalian, pengangkutan, dan
pengerukan yang diangkut truk. Namun, selaku bagian pertanahan, ia
tak tahu pasti perusahaan mana yang bekerja. "Yang saya dengar PT
Green Planet," katanya.
Gultom juga memastikan, semua lahan yang telah dibebaskan pasti akan
dikerjakan proses bioremediasi. "Karena memang tujuan kita membebaskan
tanah itu untuk dikerjakan bioremediasi. Kalau tidak dibioremediasi,
tak akan kami bebaskan," katanya. (AMR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar